NEGARA HUKUM DAN HAM
MAKALAH
PENDIDIKAN
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
NEGARA
HUKUM DAN HAM (HAK ASASI MANUSIA)
PERNIKAHAN
BEDA AGAMA
Nama Kelompok :
Devan
Junesco V. (TE – 2 B /
06)
Lorenza
Louis N. O. H. (TE – 1 B / 10)
Muhammad
Rizal A. (TE – 1 B / 12)
Nur
Khodijah M. A. (TE – 1 B
/ 13)
PROGRAM STUDI TEKNIK
TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2014 / 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas studi kasus
mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tentang
Indonesia sebagai Negara Hukum dan HAM. Berdasarkan berita terbaru tentang
Negara Hukum dan HAM, kami akan membahas kasus Pernikahan Beda Agama di
Indonesia.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
Indonesia sebagai Negara Hukum dan HAM?
2. Bagaimana
analisa mengenai kasus terbaru tentang Negara Hukum dan HAM di Indonesia?
3. Apa
pendapat yang dapat di sampaikan sebagai tanggapan studi kasus?
III.
TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah
studi kasus Negara Hukum dan HAM adalah :
1. Untuk
memahami Indonesia sebagai Negara Hukum dan HAM.
2. Mahasiswa
dapat menganalisa studi kasus tentang Negara Hukum dan HAM.
3. Mahasiswa
dapat memberikan tanggapan atas studi kasus yang dibahas.
IV.
METODE
PENULISAN
1. Metode
penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah literatur /
kepustakaan.
2. Studi literatur
/ kepustakaan yang digunakan bersumber dari media elektronik (internet) dan
perundang - undangan yang sesuai dengan materi yang dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
LANDASAN TEORI
A. Negara Hukum
1. Pengertian Hukum
Hukum
merupakan peraturan-peraturan hidup di dalam masyarakat yang dapat memaksa
orang supaya menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang
tegas berupa hukuman terhadap yang tidak mentaatinya. Beberapa pendapat dari
pakar hukum antara lain sebagai berikut :
a. Drs. E.
Utrecht, S.H.
Dalam
bukunya yang berjudul Pengantar dalam Hukum Indonesia (1953), beliau mencoba
membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari
ilmu hukum. Menurutnya, hukum ialah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan
larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat yang seharusnya
ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena pelanggaran petunjuk
hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
b. Achmad Ali
Hukum ialah
seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yangsalah yang dibuat atau
diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang dituangkanbaik dalam aturan tertulis
(peraturan) maupun yang tidak tertulis, yang mengikat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan, dan dengan ancaman sanksi bagi
pelanggar aturan itu (2008).
c. Immanuel
Kant
Hukum ialah
keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu
dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dariorang lain, menuruti
peraturan hukum tentang kemerdekaan (1995).
d. Leon Duguit
Hukum ialah
aturan tingkah laku para anggota masyarakat yang harusditaati oleh masyarakat
sebagai jaminan kepentingan bersama dan jika dilanggar akan menimbulkan reaksi
bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu (1919).
e. Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja
Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas
yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara
ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya
kaidahsebagai kenyataan dalam masyarakat (1986).
Dari
rumusan-rumusan definisi tentang hukum tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu sebagai berikut :
1. Peraturan
tentang tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan
diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan
tersebut bersifat memaksa.
4. Sanksi
terhadap pelanggaran bersifat tegas.
2. Tujuan Hukum
Dalam
pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat,
yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan kepentingan anggota masyarakat
itu. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota
masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan
kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Peraturan-peraturan hukum yang
bersifat mengaturdan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya,
menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat.
Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Setiappelanggar hukum yang
ada akan dikenai sanksi berupa hukuman sebagaireaksi terhadap perbuatan yang
melanggar hukum.
Untuk
menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima
oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai
dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat
tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan untuk :
1. Menjamin
kepastian hukum bagi setiap orang dalam masyarakat.
2. Menjaga
jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan di
masyarakat.
3. Menjamin
ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagiaan, dan
kebenaran dalam masyarakat.
3. Penggolongan hukum
a. Menurut sumber hukum
Sumber hukum
adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya,
yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa
tertentu. Adapun sumber hukum menurut Sudikno Mertokusumo terbagi atas dua hal
yaitu :
1) Sumber hukum
material adalah tempat dari mana materi itu diambil. Sumber
hukum material ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya,
hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi
(pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan
internasional, dan keadaan geografis.
2) Sumber hukum
formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara
yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Sumber hukum formal ialah
undang-undang, perjanjian antarnegara, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Berikut
macam-macam sumber hukum yang berlaku di Indonesia.
·
Kebiasaan hukum tidak tertulis
Kebiasaan
ialah sumber hukum tertua, sumber dari mana dikenal ataudapat digali sebagian
dari hukum di luar undang-undang. Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola
tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal dalam masyarakat atau pergaulan
hidup tertentu yang diulang-ulang terhadap hal yang sama dan kemudian diterima
serta diakui oleh masyarakat. Di dalam masyarakat, keberadaan hukum tidak
tertulis (kebiasaan) diakui sebagai salah satu norma hukum yang dipatuhi. Dalam
praktik penyelenggaraan negara, hukum tidak tertulis disebut konvensi. Hukum tidak
tertulis dipatuhi karena adanya kekosongan hukum tertulis yang sangat
dibutuhkan masyarakat/negara. Oleh karena itu, hukum tidak tertulis (kebiasaan)
sering digunakan oleh para hakim untuk memutuskan perkara yang belum pernah
diatur didalam undang-undang.
·
Doktrin
Doktrin
adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas-asas
penting dalam hukum dan penerapannya. Pendapat para sarjana hukum yang ternama
juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Ketika
akan menetapkan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut
atau mengutip pendapat. Pendapa titu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Doktrin bisa menjadi sumber hukum formal apabila digunakan oleh para hakim
dalam memutuskan perkara melalui yurisprudensi di mana doktrin tersebut menjadi
alasan atau dasar hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
·
Undang-undang
Pengertian
undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu undang-undang dalam arti
material dan undang-undang dalam arti formal.
a. Undang-undang
dalam arti material ialah setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap warga negara
secara umum. Di dalamUUD 1945, dapat kita jumpai beberapa contoh, seperti
undang-undang dasar, ketetapan MPR, undang-undang, peraturan
perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan
daerah.
b. Undang-undang
dalam arti formal ialah setiap keputusan penguasa yang dilihat dari bentuknya
dan cara terjadinya dapat disebut undang-undang. Jadi, undang-undang dalam arti
formal merupakan ketetapan pengua sayang memperoleh sebutan undang-undang
karena cara pembentukannya.Misalnya, ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945
(amendemen) yangberbunyi: “Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undangdengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Jadi, undang-undang
yang dibentuk oleh presiden bersama DPR tersebut dapat diakui sebagaisumber
hukum formal karena dibentuk oleh yang berwenang sehingga derajat peraturan itu
sah sebagai undang-undang.
·
Yurisprudensi
Yurisprudensi
ialah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh
undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara
yang serupa. Munculnya yurisprudensi dikarenakan adanya peraturan
perundang-undangan yang kurang maupun tidak jelas pengertiannya sehingga
menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Untuk itu, hakim membuat
maupun membentuk hukum baru dengan cara mempelajari putusan-putusan hakim
terdahulu, khususnya tentang perkara-perkara yang sedang dihadapinya.
Diakuinya
yurisprudensi sebagai sumber hukum didasarkan pada bunyi Pasal 22B Algemeene
Bepalingenvan Wetgeving voor Indonesia (AB) atau ketentuan-ketentuan umum
tentang peraturan perundangan untuk Indonesia yang menyatakan bahwa hakim tidak
boleh menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan
perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak
lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili. Hal itu
sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
yang berbunyi: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hanya hukum tidak ada atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
·
Traktat
Traktat
ialah perjanjian dalam hubungan internasional antara satu negara dengan negara
lainnya. Apabila dua orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang sesuatu
hal, maka mereka lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah
pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan
itu. Hal ini disebut pacta sunt servanda, yang berarti bahwa perjanjian
mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati
dan ditepati. Traktat dapat dibedakan menjadi dua.
a. Traktat
bilateral ialah perjanjian yang diciptakan oleh dua negara.
Traktatini bersifat tertutup karena hanya melibatkan dua negara
yangberkepentingan. Misalnya, Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan antara Indonesia
dan RRC.
b. Traktat
multilateral ialah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh lebih
dari dua negara. Contohnya, perjanjian internasional tentang pertahanan bersama
negara-negara Eropa (NATO). Apabila ada traktat multilateral yang memberikan
kesempatan pada negara-negara yang semula tidakturut mengadakannya, tetapi
kemudian juga menjadi pihaknya, makatraktat tersebut adalah traktat kolektif
atau traktat terbuka, misalnya,Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
b. Menurut sasarannya
1) Hukum satu
golongan, yaitu hukum yang berlaku bagi satu golongan
tertentu.
2) Hukum semua
golongan, yaitu hukum yang berlaku bagi semua golongan tanpa
kecuali. Contohnya, UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan.
3) Hukum
antargolongan, yaitu hukum yang mengatur untuk kepentingan tertentu
dengan golongan lain. Contohnya, UU No. 2/1958 tentang Dwi-Kewarganegaraan
RI-RRC.
c. Menurut Bentuknya
1) Hukum
tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk
tertulis,resmi, dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara. Contohnya,
UUD1945. Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan dan yang belum
dikodifikasikan. Kodifikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam
kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
2) Hukum tidak
tertulis, yaitu kebiasaan-kebiasan yang tumbuh dan terpelihara
dalam masyarakat atau hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan
masyarakat tertentu (hukum adat). Dalam praktik ketatanegaraan, hukum tidak
tertulis disebut konvensi. Contohnya, pidato kenegaraan presiden setiap tanggal
16 Agustus.
d. Menurut isinya
1) Hukum publik
(hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dan
alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga
negara). Dalam arti formal, hukum publik mencakup hukum acara, hukum tata
negara, hukum administrasi negara, dan hukum pidana.
·
Hukum Acara
Hukum acara
disebut juga hukum formal (pidana dan perdata). Hukum acara atau hukum formal
ini adalah rangkaian kaidah hukum yang mengatur cara-carabagaimana mengajukan
suatu perkara kemuka suatu badan peradilan serta cara-cara hakim memberikan
putusan. Hukum acara dibedakan menjadi dua, yaitu hukumacara pidana dan hukum
acara perdata.
Hukum acara
pidana adalah rangkaian peraturan hukum yang menentukan
bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara kepidanaan,
bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, dan jika ada orang yang
disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan
melanggar hukum itu terjadi.
Adapun hukum
acara perdata adalah rangkaian peraturan hukum yang menentukan
bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara keperdataan
dalam arti luas.
·
Hukum tata negara
Hukum tata
negara ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang bentuk, sifat,
serta tugas negara berikut susunan pemerintahan serta ketentuan yang menetapkan
hak serta kewajiban warga negara terhadap pemerintah. Demikian pula sebaliknya,
hak serta kewajiban pemerintahan terhadap warga negarnya. Hukum tata negara
hanya khusus menyorot negara tertentu saja yang menitik beratkan pada hal-hal
yang bersifat mendasar dari negara.
·
Hukum administrasi negara
Hukum
administrasi negara ialah peraturan yang mengatur ketentuan mengenai hubungan
antara alat perlengkapan negara serta kekuasaan negara maupun antara warga
negara serta perlengkapan negara. Jadi, hukum administrasi negara mengatur
mengenai hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
·
Hukum pidana
Hukum pidana
ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran serta kejahatan terhadap
kepentingan umum sehingga perbuatan tersebut diancam dengan hukuman. Bentuk
maupun jenis pelanggaran serta kejahatan tertuang dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Pelanggaran ialah perbuatan yang diancam dengan hukuman
denda. Misalnya, pengendara motor tidak membawa SIM atau tidak mengenakan helm.
Kejahatan ialah perbuatan yang melawan hukum mengenai persoalan besar.
Misalnya, penganiayaan, pembunuhan, dan pencurian.Hukum pidana tidak berlaku
terhadap perbuatan yang dilakukan sebelum undang-undang ini diadakan. Prinsip
ini sesuai dengan Pasal 1ayat (1) KUHP, yang menyatakan bahwa suatu perbuatan
tidak dapat dihukum selain atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang
diadakan sebelum perbuatan itu terjadi.
2) Hukum privat. Pada
pengertian luas, hukum privat (perdata) ialah rangkaian peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lainnya,
dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan. Pembagian dan
sistematika hukum perdata adalah sebagai berikut.
·
Hukum kekayaan
Pengertian
hukum kekayaan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan
hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum kekayaan mengatur benda (segala
barang serta hak yang dapat menjadi milik orang maupun objek hak milik) serta
hak-hak yang dapat dimiliki atas benda. Hukum ini mencakup dua hal berikut.
a. Hukum benda, yakni hukum yang mengatur hak-hak
kebendaan yang bersifat mutlak. Artinya, hak terhadap benda diakui serta
dihormati oleh setiap orang.
b. Hukum perikatan, yaitu
hukum yang mengatur hubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang atau
lebih. Pihak pertama berhak atas sesuatu prestasi (pemenuhan sesuatu),
sedangkan pihak lain wajib memberikan sesuatu. Pihak yang wajib memenuhi
perikatan tersebut disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas pemenuhan
sesuatu perikatan disebut kreditur. Objek perikatan ialah prestasi, yaitu hal
pemenuhan perikatan.
·
Hukum perorangan
Pengertian
hukum perorangan ialah himpunan peraturan yang mengatur manusia sebagai subjek
hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak-hak serta bertindak sendiri dalam
melaksanakan hak-haknyaitu. Manusia dan badan hukum (PT, CV, Firma, dan
sebagainya) merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subjek hukum”.
·
Hukum waris
Hukum yang
mengatur benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia disebut hukum
waris. Hukum ini mengatur akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang. Hukum waris mengatur pembagian harta peninggalan, ahli
waris, urutan penerima waris, hibah, serta wasiat.
·
Hukum keluarga
Hukum keluarga
ialah hukum yang memuat rangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup
keluarga. Hubungan keluarga terjadi sebagai akibat adanya perkawinan yang sah
antara seorang laki-lakidan perempuan.
·
Hukum dagang dan hukum adat
a. Hukum dagang ialah sebuah hukum yang mengatur
hubunganhukum antara manusia serta badan hukum satu sama lainnya
dalampermasalahan perdagangan atau perniagaan. Berikut hal-hal yang diatur
dalam hukum dagang.
Hukum dagang
bisa juga disebut hukum perdata dalam pengertian sempit. Van Khan berpendapat
bahwa hukum dagang ialah satu tambahan hukum perdata, tambahan khsusus (lex
spesialis). Hukum dagang tidaklah berdiri sendiri lepas dari hukum perdata,
melainkan melengkapi hukum perdata.
b. Hukum adat ialah peraturan hukum yang tumbuh
serta berkembang pada masyarakat tertentu dan hanya dipatuhi oleh masyarakat
yang bersangkutan. Hukum adat biasanya merupakan perbuatan berulang-ulang
terhadap hal yang sama, kemudian diterima serta disetujui oleh masyarakat
sehingga bagi orang yang melanggarnya akan merasa bertentangan dengan perasaan
hukum. Beberapa contoh hukum adat ialah perkawinan adat Batak berdasarkan garis
keturunan patrilineal, tata cara pernikahan daerah Jawa, dan pembagian warisan
(adat) di Minangkabau menurut garis keturunan matrilineal.
e. Menurut wujudnya
1) Hukum
subjektif, yakni hukum yang timbul dari hukum objektif yang
dihubungkan dengan seseorang tertentu. Contohnya, UU No. 1/74 tentang
Perkawinan.
2) Hukum
objektif, yaitu hukum dalam negara yang berlaku umum dan tidak
mengenal orang atau golongan tertentu. Contohnya, UU No. 14/92 tentang Lalu
Lintas.
f. Menurut waktu berlakunya
1) lus
contitutum atau hukum positif, yaitu
hukum yang berlaku sekarang bagisuatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah
tertentu atau hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam
suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ‘Tata
Hukum’.
2) lus
constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang
akan datang.
3) Hukum
antarwaktu, yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu
dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan
berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.
g. Menurut ruang atau wilayah berlakunya
1) Hukum lokal, yaitu
hukum yang hanya berlaku di suatu daerah tertentu.Contohnya, Hukum Adat Batak,
Jawa, Dayak, dan Minangkabau.
2) Hukum
nasional, yaitu hukum yang berlaku di suatu negara tertentu. Contohnya,
Hukum Nasional Indonesia, Malaysia, dan Amerika Serikat.
3) Hukum
internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua
negara atau lebih. Contohnya, hukum perang dan hukum perdata internasional.
h. Menurut tugas dan fungsi
Berdasarkan
tugas dan fungsinya, hukum terbagi atas hukum material dan hukum formal. Hukum
yang mengatur peraturan yang berhubungan dengan kepentingan yang berwujud
perintah dan larangan disebut hukum material. Misalnya, hukum pidana, hukum
perdata, dan hukum dagang. Hukum yang mengatur cara bagaimana mempertahankan
berlakunya hukum material apabila hukum material dilanggar disebut hukum acara
atau formal. Misalnya, bagaimana cara mengajukan tuntutan dan cara hakim
mengambil keputusan.
4. Indonesia sebagai negara hukum
Dasar
yuridis bagi negara Indonesia sebagai negara hukum tertera pada Pasal 1 ayat
(3) UUD Negara RI 1945 (amandemen ketiga), “Negara Indonesia adalah Negara
Hukum” Konsep negara hukum mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan
demokratis, dan terlindungi hak azasi manusia, serta kesejahteraan yang
berkeadilan. Bukti lain yang menjadi dasar yuridis bagi keberadaan negara hokum
Indonesia dalam arti material, yaitu pada: Bab XIV Pasal 33 dan Pasal 34 UUD
Negara RI 1945, bahwa negara turut aktif dan bertanggungjawab atas perekonomian
negara dan kesejahteraan rakyat.
Dalam dekade
abad 20 konsep negara hukum mengarah pada pengembangan negara hukum dalam arti
material. Arah tujuannya memperluas peran pemerintah terkait dengan tuntutan
dan dinamika perkembangan jaman. Konsep negara hukum material yang dikembangkan
di abad ini sedikitnya memiliki sejumlah ciri yang melekat pada negara hukum
atau Rechtsstaat, yaitu sebagai berikut:
1. HAM terjamin
oleh undang-undang.
2. Supremasi
hukum.
3. Pembagian
kekuasaan (Trias Politika) demi kepastian hukum.
4. Kesamaan
kedudukan di depan hukum.
5. Peradilan
administrasi dalam perselisihan.
6. Kebebasan
menyatakan pendapat, bersikap dan berorganisasi.
7. Pemilihan
umum yang bebas.
8. Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare
state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara,
sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu;
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan
ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui
pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program
jangka pendek, menengah, dan panjang.
B. Negara HAM
1. Pengertian
HAM
Menurut Pasal
1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU
No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sifat HAM
adalah universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakan
suku, ras, agama, dan bangsa (etnis). HAM harus ditegakkan demi menjamin
martabat manusia seutuhnya di seluruh dunia. Hal itu tercermin dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia.
2. Ciri khusus
HAM
Hak asasi
manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hakhakyang lain.
Ciri khusus hak asasi manusia sebagai berikut.
a. Tidak dapat dicabut, artinya
hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
b. Tidak dapat dibagi, artinya
semua orang berhak mendapatkan semua hak,apakah hak sipil dan politik atau hak
ekonomi, social, dan budaya.
c.
Hakiki, artinya
hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak
lahir.
d. Universal, artinya
hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku
bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide
hak asasi manusia yang mendasar.
3. Macam-macam
HAM
Sesuai
dengan perkembangan zaman dan tuntutan reformasi, maka aspek HAM berkembang
demikian pesat sebagaimana diatur dalam UUD dan perundangan yang berlaku.
Perkembangan tuntutan HAM tersebut berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya
bangsa dapat dibagi secara garis besar meliputi bidang berikut ini.
Hak ekonomi, sosial, dan budaya, meliputi:
1) Hak untuk
membentuk serikat pekerja,
2) Hak atas
pendidikan,
3) Hak atas
pekerjaan,
4) Hak atas
pensiun, dan
5) Hak atas
hidup yang layak.
Hak sipil dan politik, meliputi:
1) Hak
mempunyai pendapat tanpa mengalamigangguan;
2) Hak untuk
hidup;
3) Hak untuk
berserikat;
4) Hak atas
kebebasan dan persamaan;
5) Hak atas
berpikir, mempunyai konsiensi, danberagama;
6) Hak atas
kesamaan di muka badan badan peradilan;
7) Hak
kebebasan berkumpul secara damai.
Secara umum, hak asasi
asasi manusia terdiri atas lima macam.
1) Hak asasi
untuk memperoleh perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural
rights).
2) Hak asasi
politik (political rights).
3) Hak asasi
pribadi (personal rights).
4) Hak asasi
untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of
legal equality).
5) Hak asasi
ekonomi (poverty rights).
Dalam HAM,
terkandung pula kewajiban-kewajiban dasar manusia sebagai berikut.
1) Setiap orang
wajib menghormati hak asasi orang lain, moral, etika, dan tatatertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2) Setiap orang
yang ada di wilayah negara RI wajib patuh pada peraturanperundang-undangan,
hukum tidak tertulis, dan hukum internasional (mengenai hak asasi manusia yang
telah diterima oleh negara RI).
3) Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada batasan yang
ditetapkan oleh undang-undang.
4) Setiap warga
negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
5) Setiap hak
asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawabuntuk menghormati
hak asasi orang lain secara timbal balik.
Salah satu
sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun
1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Hingga saat
ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM intemasional,
yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak,
Konvensi Menentang Penyiksaan clan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol Tambahan
Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi
terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses meratifikasi Kovenan
Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan Intemasional Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Indonesia
telah pula mengadopsi sejumlah peraturan untuk melindungi hak-hak perempuan dan
anak dari upaya-upaya trafiking yaitu dengan Undang-Undang No.32 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No.59 tahun 2002 tentang Rencana
Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak, Keputusan
Presiden No.87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak (PESKA) dan Keputusan Presiden No.88 tahun 2002 tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A).
Dalam hal
kelembagaan, Komisi Nasional HAM telah dibentuk pada tahun 1993 dengan Keputusan
Presiden No.50 tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No.39
tahun 1999, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah dibentuk pada tahun
1998 dengan Keputusan Presiden no.181 tahun 1998, dan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia dibentuk pada tahun 2003 melalui Keputusan Presiden no. 77 tahun
2003.
Pemerintah
Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah mengesahkan Rencana
Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 – 2009 yang merupakan
kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 – 2003.
RANHAM
Indonesia disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan pemenuhan
dan perlindungan HAM di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama,
adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. RANHAM Indonesia juga dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum dengan
kerangka waktu yang jelas untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan
dan perlindungan HAM, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap
pelanggaran HAM. Kelompok rentan mendapat perlakuan khusus agar kepentingan
mereka dapat terakomodasi dengan baik dalam pelaksanaan RANHAM tahun 2004-2009.
Enam program
utama RANHAM Kedua tahun 2004 – 2009, yaitu:
1) Pembentukan
dan penguatan institusi pelaksana RANHAM
2) Persiapan
ratifikasi instrument HAM internasional
3) Persiapan
harmonisasi peraturan perundang-undangan
4) Diseminasi
dan pendidikan HAM
5) Penerapan
norma dan standar HAM
6) Pemantauan,
evaluasi clan pelaporan
II. STUDI KASUS
25 Agustus
2014 diberitakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anbar Jayadi
dan empat orang temannya yang juga alumni FH UI yaitu Damian Agata Yuvens,
Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Lutfi Sahputra menggugat
Undang-Undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi karena ingin ada kepastian
Hukum Bagi Warga yang Menikah Beda Agama. Ia menafsirkan, Pasal 2 ayat 1 UU No.
1/1974 yang memuat “Perkawinan adalah
sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan
itu”, telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan
perkawinan beda agama di Indonesia. Mereka menutut aturan itu dihapuskan, dan
meminta pernikahan beda agama disahkan oleh negara. Mereka meminta MK untuk
menyatakan pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bertentangan
pasal 27 ayat (1) dan pasal 28B ayat (1), pasal 28D ayat (1) pasal 28E
ayat (1), pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 karena tidak punya
kekuatan hukum yang mengikat.
Untuk
memperkuat basis argumentasi permohonan, jelas Rangga, para pemohon sudah
menemui para pelaku kawin beda agama, melakukan riset, mencari data,
berdiskusi, dan melacak putusan pengadilan. Mereka juga sedang mempersiapkan
saksi dan ahli yang bisa memberikan keterangan pada persidangan mendatang (4
September 2014).
Dalam
permohonan, Anbar bersama 4 alumnus FH UI itu mengaku hak konstitusionalnya
berpotensi dirugikan oleh UU Perkawinan. Ia menyatakan hal itu bisa saja
terjadi karena dirinya tidak tahu akan menikah dengan pria beragama apa suatu
saat nanti.
"Ketika
saya ingin melangsungkan perkawinan, saya kan belum tahu sama siapa, jadi ada
potensi," ujar Anbar.
"Ada
potensi (hak konstitusional dirugikan), jadi kami berlima tidak tahu akan
bertemu dengan siapa. Siapa tahu ada yang suatu saat nanti melakukan pernikahan
beda agama," tambahnya.
Imbasnya,
menurut Anbar, masyarakat Indonesia yang hendak melangsungkan pernikahan beda
agama justru menghindari pasal tersebut dengan cara penyelundupan hukum dengan
menggunakan modus pernikahan di luar negeri atau juga penikahan secara adat.
“Jadi pasal
2 ayat 1 UU No. 1/1974 itu justru berujung penyelundupan hukum. Harusnya,
konstitusi memberikan kepastian hukum,” kata Anbar, seusai persidangan di MK,
Kamis (4/9/2014).
Anbar
menyebutkan, sudah saatnya negara untuk tidak lagi terpaku dengan nilai-nilai
luhur agama dan kepercayaan setiap warga negaranya. Untuk itu, lanjut dia
biarkan masyarakat yang memutuskan berdasarkan hati nurani dan keyakinannya sendiri
untuk mengikuti atau tidak mengikuti ajaran agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
III. ANALISA
Konsep
pernikahan beda agama yang harus dilegalkan oleh negara hanya berlaku di negara
yang sekuler. Sedangkan Indonesia adalah negara Pancasila yang mengakui Tuhan
dan Agama sebagai dasar negara (sila pertama). Menurut Pasal 1 butir 1 UU No.
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU No. 26 tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, HAM adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan kata lain manusia memang memiliki haknya masing-masing, tapi manusia
juga berkewajiban mematuhi peraturan yang ada di wilayah yang ditinggalinya
apalagi yang bersangkutan dengan agama dan tuhan.
Pada dasarnya, hukum perkawinan di
Indonesia tidak mengatur secara khusus pernikahan pasangan beda agama sehingga
ada kekosongan hukum. Agama menduduki posisi vital dan strategis dalam
menata kehidupan bersama termasuk kehidupan pernikahan. Karena perkawinan (pernikahan) sah
jika dilakukan sesuai agama dan kepercayaan. Dan jika
dihubungkan dengan definisi tentang hukum, hukum memiliki unsur sebagai
pengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat dengan tujuan menjamin
ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagiaan, dan
kebenaran dalam masyarakat.
Pengajuan gugatan semacam ini kiranya hanya
ditinjau dari sisi kepentingan pasangan yang akan melakukan pernikahan beda
agama tanpa memikirkan hal ke depan yang bisa berakibat pada keutuhan keluarga
nantinya. Pada kenyataannya orang tua dengan keyakinan yang berbeda memiliki
konsekuensi yaitu menentukan agama pada generasi berikutnya (anak). Prinsip
bahwa anak berhak menentukan agamanya sendiri kelak saat dirasa sudah siap,
menyatakan bahwa selama anak tersebut kecil ia tidak memiliki agama sampai
kelak ia mengerti sendiri tentang agama. Dalam keharmonisan keluargapun bisa
saja terjadi kesenjangan akibat egoism dan fanatic masing-masing pihak yang
dapat menimbulkan perceraian yang kembali imbasnya bisa terkena pada anak.
Jika permohonan uji materi tersebut dikabulkan MK
artinya negara tidak lagi menjamin warganya untuk menjalankan hukum agama yang
mereka anut. Sebab, sumber hukum perkawinan berasal dari hukum agama, bukan
hukum buatan manusia sesuai dengan dalil “Government
by law, not by men” karena manusialah yang harusnya tunduk pada hukum. Dalam ajaran Islam wanita tidak
boleh menikah dengan pria yang tidak beragama Islam (Al
Baqarah [2]: 221). Dalam ajaran Kristen pernikahan beda agama
dilarang (II Korintus 6: 14-18).
Perkawinan
adalah peristiwa yang sakral oleh sebab itu pada dasarnya harus dilakukan
sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Negara wajib mencatat perkawinan yang
sudah disahkan oleh agama sesuai UU No 1 Tahun 1974 dan kewajiban negara untuk
mencatat perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan dan dicatatkan di catatan
sipil sesuai UU No 23 Tahun 2006 UU No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi
Kependudukan. Pasal 2 ayat 1 UUP 1974 justru melindungi hak konstitusi warga
negara dalam melaksanakan perkawinan.
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang telah dibuat, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
·
Pernikahan beda agama hanya berlaku di negara sekuler.
·
Indonesia adalah negara Pancasila yang mengakui Tuhan
dan Agama sebagai dasar negara (sila pertama).
·
Menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
·
Agama menduduki posisi vital dan strategis dalam
menata kehidupan bersama termasuk pernikahan.
· Sumber hukum
perkawinan berasal dari hukum agama.
· Perkawinan (pernikahan) sah jika
dilakukan sesuai agama dan kepercayaan.
·
Hukum memiliki unsur sebagai pengatur tingkah laku
manusia dalam pergaulan masyarakat dengan tujuan menjamin ketertiban,
ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagiaan, dan kebenaran dalam
masyarakat.
·
Orang tua beda keyakinan
memiliki konsekuensi menentukan agama pada generasi berikutnya (anak).
·
Negara wajib mencatat perkawinan yang sudah disahkan
agama sesuai UU No 1 Tahun 1974.
·
Negara wajib mencatat perkawinan yang ditetapkan
pengadilan di catatan sipil sesuai UU No 23 Tahun 2006 UU No 24 Tahun 2013
Tentang Administrasi Kependudukan.
II. SARAN
Saran untuk
permasalahan Pernikahan Beda Agama adalah :
·
Setiap manusia harusnya mematuhi peraturan yang ada di
wilayah yang ditinggalinya sebagai kewajiban, disamping menuntut haknya
masing-masing.
·
Pelaksanaan hukum seharusnya didasari kesadaran diri
sendiri, terutama hukum agama yang bersangkutan dengan Tuhan.
·
Perlu adanya pertimbangan yang matang untuk membuat
tuntutan semacam ini dengan melihat seberapa besar dampak positif dan negatif
di kemudian hari.
0 komentar: