POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
Twitter : @Louishaurissa

NEGARA HUKUM DAN HAM


MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
NEGARA HUKUM DAN HAM (HAK ASASI MANUSIA)


PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Nama Kelompok :
Devan Junesco V.                    (TE – 2 B / 06)
Lorenza Louis N. O. H.            (TE – 1 B / 10)
Muhammad Rizal A.                 (TE – 1 B / 12)
Nur Khodijah M. A.                   (TE – 1 B / 13)

PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2014 / 2015
BAB I
PENDAHULUAN

I.          LATAR BELAKANG
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas studi kasus mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tentang Indonesia sebagai Negara Hukum dan HAM. Berdasarkan berita terbaru tentang Negara Hukum dan HAM, kami akan membahas kasus Pernikahan Beda Agama di Indonesia.

II.          RUMUSAN MASALAH
1.  Bagaimana Indonesia sebagai Negara Hukum dan HAM?
2.  Bagaimana analisa mengenai kasus terbaru tentang Negara Hukum dan HAM di Indonesia?
3.  Apa pendapat yang dapat di sampaikan sebagai tanggapan studi kasus?

III.          TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah studi kasus Negara Hukum dan HAM adalah :
1.  Untuk memahami Indonesia sebagai Negara Hukum dan HAM.
2.  Mahasiswa dapat menganalisa studi kasus tentang Negara Hukum dan HAM.
3.  Mahasiswa dapat memberikan tanggapan atas studi kasus yang dibahas.

IV.          METODE PENULISAN
1.  Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah literatur / kepustakaan.
2.  Studi literatur / kepustakaan yang digunakan bersumber dari media elektronik (internet) dan perundang - undangan yang sesuai dengan materi yang dibahas.




























BAB II
PEMBAHASAN

I.       LANDASAN TEORI

A.     Negara Hukum

1.  Pengertian Hukum
Hukum merupakan peraturan-peraturan hidup di dalam masyarakat yang dapat memaksa orang supaya menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas berupa hukuman terhadap yang tidak mentaatinya. Beberapa pendapat dari pakar hukum antara lain sebagai berikut :
a.  Drs. E. Utrecht, S.H.
Dalam bukunya yang berjudul Pengantar dalam Hukum Indonesia (1953), beliau mencoba membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi orang yang  sedang mempelajari ilmu hukum. Menurutnya, hukum ialah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
b.   Achmad Ali
Hukum ialah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yangsalah yang dibuat atau diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang dituangkanbaik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis, yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan, dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan itu (2008).
c.   Immanuel Kant
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dariorang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (1995).
d.  Leon Duguit
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat yang harusditaati oleh masyarakat sebagai jaminan kepentingan bersama dan jika dilanggar akan menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu (1919).
e.  Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidahsebagai kenyataan dalam masyarakat (1986).
Dari rumusan-rumusan definisi tentang hukum tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu sebagai berikut :
1.  Peraturan tentang tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2.  Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3.  Peraturan tersebut bersifat memaksa.
4.  Sanksi terhadap pelanggaran bersifat tegas.

2.  Tujuan Hukum
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan kepentingan anggota masyarakat itu. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengaturdan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Setiappelanggar hukum yang ada akan dikenai sanksi berupa hukuman sebagaireaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum.
Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan untuk :
1.  Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang dalam masyarakat.
2.  Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan di masyarakat.
3.  Menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagiaan, dan kebenaran dalam masyarakat.

3.  Penggolongan hukum

a.  Menurut sumber hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya, yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu. Adapun sumber hukum menurut Sudikno Mertokusumo terbagi atas dua hal yaitu :
1)  Sumber hukum material adalah tempat dari mana materi itu diambil. Sumber hukum material ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya, hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan geografis.
2)  Sumber hukum formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Sumber hukum formal ialah undang-undang, perjanjian antarnegara, yurisprudensi,  dan kebiasaan.

Berikut macam-macam sumber hukum yang berlaku di Indonesia.
·       Kebiasaan hukum tidak tertulis
Kebiasaan ialah sumber hukum tertua, sumber dari mana dikenal ataudapat digali sebagian dari hukum di luar undang-undang. Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu yang diulang-ulang terhadap hal yang sama dan kemudian diterima serta diakui oleh masyarakat. Di dalam masyarakat, keberadaan hukum tidak tertulis (kebiasaan) diakui sebagai salah satu norma hukum yang dipatuhi. Dalam praktik penyelenggaraan negara, hukum tidak tertulis disebut konvensi. Hukum tidak tertulis dipatuhi karena adanya kekosongan hukum tertulis yang sangat dibutuhkan masyarakat/negara. Oleh karena itu, hukum tidak tertulis (kebiasaan) sering digunakan oleh para hakim untuk memutuskan perkara yang belum pernah diatur didalam undang-undang.
·       Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya. Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Ketika akan menetapkan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut atau mengutip pendapat. Pendapa titu menjadi dasar keputusan hakim tersebut. Doktrin bisa menjadi sumber hukum formal apabila digunakan oleh para hakim dalam memutuskan perkara melalui yurisprudensi di mana doktrin tersebut menjadi alasan atau dasar hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
·       Undang-undang
Pengertian undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu undang-undang dalam arti material dan undang-undang dalam arti formal.
a.  Undang-undang dalam arti material ialah setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap warga negara secara umum. Di dalamUUD 1945, dapat kita jumpai beberapa contoh, seperti undang-undang dasar, ketetapan MPR, undang-undang, peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan daerah.
b.  Undang-undang dalam arti formal ialah setiap keputusan penguasa yang dilihat dari bentuknya dan cara terjadinya dapat disebut undang-undang. Jadi, undang-undang dalam arti formal merupakan ketetapan pengua sayang memperoleh sebutan undang-undang karena cara pembentukannya.Misalnya, ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amendemen) yangberbunyi: “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undangdengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Jadi, undang-undang yang dibentuk oleh presiden bersama DPR tersebut dapat diakui sebagaisumber hukum formal karena dibentuk oleh yang berwenang sehingga derajat peraturan itu sah sebagai undang-undang.
·       Yurisprudensi
Yurisprudensi ialah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa. Munculnya yurisprudensi dikarenakan adanya peraturan perundang-undangan yang kurang maupun tidak jelas pengertiannya sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Untuk itu, hakim membuat maupun membentuk hukum baru dengan cara mempelajari putusan-putusan hakim terdahulu, khususnya tentang perkara-perkara yang sedang dihadapinya.
Diakuinya yurisprudensi sebagai sumber hukum didasarkan pada bunyi Pasal 22B Algemeene Bepalingenvan Wetgeving voor Indonesia (AB) atau ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan perundangan untuk Indonesia yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili. Hal itu sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hanya hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
·       Traktat
Traktat ialah perjanjian dalam hubungan internasional antara satu negara dengan negara lainnya. Apabila dua orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang sesuatu hal, maka mereka lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut pacta sunt servanda, yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati. Traktat dapat dibedakan menjadi dua.
a.  Traktat bilateral ialah perjanjian yang diciptakan oleh dua negara. Traktatini bersifat tertutup karena hanya melibatkan dua negara yangberkepentingan. Misalnya, Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC.
b.  Traktat multilateral ialah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh lebih dari dua negara. Contohnya, perjanjian internasional tentang pertahanan bersama negara-negara Eropa (NATO). Apabila ada traktat multilateral yang memberikan kesempatan pada negara-negara yang semula tidakturut mengadakannya, tetapi kemudian juga menjadi pihaknya, makatraktat tersebut adalah traktat kolektif atau traktat terbuka, misalnya,Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

b.  Menurut sasarannya
1)  Hukum satu golongan, yaitu hukum yang berlaku bagi satu golongan tertentu.
2)  Hukum semua golongan, yaitu hukum yang berlaku bagi semua golongan tanpa kecuali. Contohnya, UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan.
3)  Hukum antargolongan, yaitu hukum yang mengatur untuk kepentingan tertentu dengan golongan lain. Contohnya, UU No. 2/1958 tentang Dwi-Kewarganegaraan RI-RRC.

c.   Menurut Bentuknya
1)  Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tertulis,resmi, dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara. Contohnya, UUD1945. Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan dan yang belum dikodifikasikan. Kodifikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
2)  Hukum tidak tertulis, yaitu kebiasaan-kebiasan yang tumbuh dan terpelihara dalam masyarakat atau hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat). Dalam praktik ketatanegaraan, hukum tidak tertulis disebut konvensi. Contohnya, pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus.

d.  Menurut isinya
1)  Hukum publik (hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara). Dalam arti formal, hukum publik mencakup hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan hukum pidana.
·       Hukum Acara
Hukum acara disebut juga hukum formal (pidana dan perdata). Hukum acara atau hukum formal ini adalah rangkaian kaidah hukum yang mengatur cara-carabagaimana mengajukan suatu perkara kemuka suatu badan peradilan serta cara-cara hakim memberikan putusan. Hukum acara dibedakan menjadi dua, yaitu hukumacara pidana dan hukum acara perdata.
Hukum acara pidana adalah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara kepidanaan, bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, dan jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi.
Adapun hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara keperdataan dalam arti luas.
·       Hukum tata negara
Hukum tata negara ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang bentuk, sifat, serta tugas negara berikut susunan pemerintahan serta ketentuan yang menetapkan hak serta kewajiban warga negara terhadap pemerintah. Demikian pula sebaliknya, hak serta kewajiban pemerintahan terhadap warga negarnya. Hukum tata negara hanya khusus menyorot negara tertentu saja yang menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat mendasar dari negara.
·       Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negara ialah peraturan yang mengatur ketentuan mengenai hubungan antara alat perlengkapan negara serta kekuasaan negara maupun antara warga negara serta perlengkapan negara. Jadi, hukum administrasi negara mengatur mengenai hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
·       Hukum pidana
Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran serta kejahatan terhadap kepentingan umum sehingga perbuatan tersebut diancam dengan hukuman. Bentuk maupun jenis pelanggaran serta kejahatan tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelanggaran ialah perbuatan yang diancam dengan hukuman denda. Misalnya, pengendara motor tidak membawa SIM atau tidak mengenakan helm. Kejahatan ialah perbuatan yang melawan hukum mengenai persoalan besar. Misalnya, penganiayaan, pembunuhan, dan pencurian.Hukum pidana tidak berlaku terhadap perbuatan yang dilakukan sebelum undang-undang ini diadakan. Prinsip ini sesuai dengan Pasal 1ayat (1) KUHP, yang menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dihukum selain atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang diadakan sebelum perbuatan itu terjadi.
2)  Hukum privat. Pada pengertian luas, hukum privat (perdata) ialah rangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lainnya, dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan. Pembagian dan sistematika hukum perdata adalah sebagai berikut.
·       Hukum kekayaan
Pengertian hukum kekayaan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum kekayaan mengatur benda (segala barang serta hak yang dapat menjadi milik orang maupun objek hak milik) serta hak-hak yang dapat dimiliki atas benda. Hukum ini mencakup dua hal berikut.
a.  Hukum benda, yakni hukum yang mengatur hak-hak kebendaan yang bersifat mutlak. Artinya, hak terhadap benda diakui serta dihormati oleh setiap orang.
b.  Hukum perikatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih. Pihak pertama berhak atas sesuatu prestasi (pemenuhan sesuatu), sedangkan pihak lain wajib memberikan sesuatu. Pihak yang wajib memenuhi perikatan tersebut disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas pemenuhan sesuatu perikatan disebut kreditur. Objek perikatan ialah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan.


·       Hukum perorangan
Pengertian hukum perorangan ialah himpunan peraturan yang mengatur manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak-hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknyaitu. Manusia dan badan hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya) merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subjek hukum”.
·       Hukum waris
Hukum yang mengatur benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia disebut hukum waris. Hukum ini mengatur akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Hukum waris mengatur pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerima waris, hibah, serta wasiat.
·       Hukum keluarga
Hukum keluarga ialah hukum yang memuat rangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup keluarga. Hubungan keluarga terjadi sebagai akibat adanya perkawinan yang sah antara seorang laki-lakidan perempuan.
·       Hukum dagang dan hukum adat
a.  Hukum dagang ialah sebuah hukum yang mengatur hubunganhukum antara manusia serta badan hukum satu sama lainnya dalampermasalahan perdagangan atau perniagaan. Berikut hal-hal yang diatur dalam hukum dagang.
Hukum dagang bisa juga disebut hukum perdata dalam pengertian sempit. Van Khan berpendapat bahwa hukum dagang ialah satu tambahan hukum perdata, tambahan khsusus (lex spesialis). Hukum dagang tidaklah berdiri sendiri lepas dari hukum perdata, melainkan melengkapi hukum perdata.
b.  Hukum adat ialah peraturan hukum yang tumbuh serta berkembang pada masyarakat tertentu dan hanya dipatuhi oleh masyarakat yang bersangkutan. Hukum adat biasanya merupakan perbuatan berulang-ulang terhadap hal yang sama, kemudian diterima serta disetujui oleh masyarakat sehingga bagi orang yang melanggarnya akan merasa bertentangan dengan perasaan hukum. Beberapa contoh hukum adat ialah perkawinan adat Batak berdasarkan garis keturunan patrilineal, tata cara pernikahan daerah Jawa, dan pembagian warisan (adat) di Minangkabau menurut garis keturunan matrilineal.

e.  Menurut wujudnya
1)  Hukum subjektif, yakni hukum yang timbul dari hukum objektif yang dihubungkan dengan seseorang tertentu. Contohnya, UU No. 1/74 tentang Perkawinan.
2)  Hukum objektif, yaitu hukum dalam negara yang berlaku umum dan tidak mengenal orang atau golongan tertentu. Contohnya, UU No. 14/92 tentang Lalu Lintas.

f.    Menurut waktu berlakunya
1)  lus contitutum atau hukum positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagisuatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu atau hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ‘Tata Hukum’.
2)  lus constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
3)  Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.

g.  Menurut ruang atau wilayah berlakunya
1)  Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di suatu daerah tertentu.Contohnya, Hukum Adat Batak, Jawa, Dayak, dan Minangkabau.
2)  Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di suatu negara tertentu. Contohnya, Hukum Nasional Indonesia, Malaysia, dan Amerika Serikat.
3)  Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua negara atau lebih. Contohnya, hukum perang dan hukum perdata internasional.

h.  Menurut tugas dan fungsi
Berdasarkan tugas dan fungsinya, hukum terbagi atas hukum material dan hukum formal. Hukum yang mengatur peraturan yang berhubungan dengan kepentingan yang berwujud perintah dan larangan disebut hukum material. Misalnya, hukum pidana, hukum perdata, dan hukum dagang. Hukum yang mengatur cara bagaimana mempertahankan berlakunya hukum material apabila hukum material dilanggar disebut hukum acara atau formal. Misalnya, bagaimana cara mengajukan tuntutan dan cara hakim mengambil keputusan.
4.  Indonesia sebagai negara hukum
Dasar yuridis bagi negara Indonesia sebagai negara hukum tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI 1945 (amandemen ketiga), “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” Konsep negara hukum mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan demokratis, dan terlindungi hak azasi manusia, serta kesejahteraan yang berkeadilan. Bukti lain yang menjadi dasar yuridis bagi keberadaan negara hokum Indonesia dalam arti material, yaitu pada: Bab XIV Pasal 33 dan Pasal 34 UUD Negara RI 1945, bahwa negara turut aktif dan bertanggungjawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Dalam dekade abad 20 konsep negara hukum mengarah pada pengembangan negara hukum dalam arti material. Arah tujuannya memperluas peran pemerintah terkait dengan tuntutan dan dinamika perkembangan jaman. Konsep negara hukum material yang dikembangkan di abad ini sedikitnya memiliki sejumlah ciri yang melekat pada negara hukum atau Rechtsstaat, yaitu sebagai berikut:
1.     HAM terjamin oleh undang-undang.
2.     Supremasi hukum.
3.     Pembagian kekuasaan (Trias Politika) demi kepastian hukum.
4.     Kesamaan kedudukan di depan hukum.
5.     Peradilan administrasi dalam perselisihan.
6.     Kebebasan menyatakan pendapat, bersikap dan berorganisasi.
7.     Pemilihan umum yang bebas.
8.     Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.

B.     Negara HAM

1.  Pengertian HAM
Menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sifat HAM adalah universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, dan bangsa (etnis). HAM harus ditegakkan demi menjamin martabat manusia seutuhnya di seluruh dunia. Hal itu tercermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

2.  Ciri khusus HAM
Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hakhakyang lain. Ciri khusus hak asasi manusia sebagai berikut.
a.     Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
b.     Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak,apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
c.      Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
d.     Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.

3.  Macam-macam HAM
Sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan reformasi, maka aspek HAM berkembang demikian pesat sebagaimana diatur dalam UUD dan perundangan yang berlaku. Perkembangan tuntutan HAM tersebut berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya bangsa dapat dibagi secara garis besar meliputi bidang berikut ini.
Hak ekonomi, sosial, dan budaya, meliputi:
1)  Hak untuk membentuk serikat pekerja,
2)  Hak atas pendidikan,
3)  Hak atas pekerjaan,
4)  Hak atas pensiun, dan
5)  Hak atas hidup yang layak.

Hak sipil dan politik, meliputi:
1)  Hak mempunyai pendapat tanpa mengalamigangguan;
2)  Hak untuk hidup;
3)  Hak untuk berserikat;
4)  Hak atas kebebasan dan persamaan;
5)  Hak atas berpikir, mempunyai konsiensi, danberagama;
6)  Hak atas kesamaan di muka badan badan peradilan;
7)  Hak kebebasan berkumpul secara damai.

Secara umum, hak asasi asasi manusia terdiri atas lima macam.
1)  Hak asasi untuk memperoleh perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights).
2)  Hak asasi politik (political rights).
3)  Hak asasi pribadi (personal rights).
4)  Hak asasi untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality).
5)  Hak asasi ekonomi (poverty rights).

Dalam HAM, terkandung pula kewajiban-kewajiban dasar manusia sebagai berikut.
1)  Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, moral, etika, dan tatatertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2)  Setiap orang yang ada di wilayah negara RI wajib patuh pada peraturanperundang-undangan, hukum tidak tertulis, dan hukum internasional (mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara RI).
3)  Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada batasan yang ditetapkan oleh undang-undang.
4)  Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
5)  Setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawabuntuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik.
Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan clan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan Intemasional Hak-­Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Indonesia telah pula mengadopsi sejumlah peraturan untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak dari upaya-upaya trafiking yaitu dengan Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No.59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak, Keputusan Presiden No.87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA) dan Keputusan Presiden No.88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A).
Dalam hal kelembagaan, Komisi Nasional HAM telah dibentuk pada tahun 1993 dengan Keputusan Presiden No.50 tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No.39 tahun 1999, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah dibentuk pada tahun 1998 dengan Keputusan Presiden no.181 tahun 1998, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk pada tahun 2003 melalui Keputusan Presiden no. 77 tahun 2003.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 – 2009 yang merupakan kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 – 2003.
RANHAM Indonesia disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. RANHAM Indonesia juga dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum dengan kerangka waktu yang jelas untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran HAM. Kelompok rentan mendapat perlakuan khusus agar kepentingan mereka dapat terakomodasi dengan baik dalam pelaksanaan RANHAM tahun 2004-2009.
Enam program utama RANHAM Kedua tahun 2004 – 2009, yaitu:
1)  Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM
2)  Persiapan ratifikasi instrument HAM internasional
3)  Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan
4)  Diseminasi dan pendidikan HAM
5)  Penerapan norma dan standar HAM
6)  Pemantauan, evaluasi clan pelaporan




II.      STUDI KASUS

25 Agustus 2014 diberitakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anbar Jayadi dan empat orang temannya yang juga alumni FH UI yaitu Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Lutfi Sahputra menggugat Undang-Undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi karena ingin ada kepastian Hukum Bagi Warga yang Menikah Beda Agama. Ia menafsirkan, Pasal 2 ayat 1 UU No. 1/1974 yang memuat “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu”, telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia. Mereka menutut aturan itu dihapuskan, dan meminta pernikahan beda agama disahkan oleh negara. Mereka meminta MK untuk menyatakan pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bertentangan pasal 27 ayat (1) dan pasal 28B ayat (1), pasal 28D ayat (1) pasal 28E  ayat (1), pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 karena tidak punya kekuatan hukum yang mengikat.
Untuk memperkuat basis argumentasi permohonan, jelas Rangga, para pemohon sudah menemui para pelaku kawin beda agama, melakukan riset, mencari data, berdiskusi, dan melacak putusan pengadilan. Mereka juga sedang mempersiapkan saksi dan ahli yang bisa memberikan keterangan pada persidangan mendatang (4 September 2014).
Dalam permohonan, Anbar bersama 4 alumnus FH UI itu mengaku hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan oleh UU Perkawinan. Ia menyatakan hal itu bisa saja terjadi karena dirinya tidak tahu akan menikah dengan pria beragama apa suatu saat nanti.
"‎Ketika saya ingin melangsungkan perkawinan, saya kan belum tahu sama siapa, jadi ada potensi," ujar Anbar.
"Ada potensi (hak konstitusional dirugikan), jadi kami berlima tidak tahu akan bertemu dengan siapa. Siapa tahu ada yang suatu saat nanti melakukan pernikahan beda agama," tambahnya.
Imbasnya, menurut Anbar, masyarakat Indonesia yang hendak melangsungkan pernikahan beda agama justru menghindari pasal tersebut dengan cara penyelundupan hukum dengan menggunakan modus pernikahan di luar negeri atau juga penikahan secara adat.
“Jadi pasal 2 ayat 1 UU No. 1/1974 itu justru berujung penyelundupan hukum. Harusnya, konstitusi memberikan kepastian hukum,” kata Anbar, seusai persidangan di MK, Kamis (4/9/2014).
Anbar menyebutkan, sudah saatnya negara untuk tidak lagi terpaku dengan nilai-nilai luhur agama dan kepercayaan setiap warga negaranya. Untuk itu, lanjut dia biarkan masyarakat yang memutuskan berdasarkan hati nurani dan keyakinannya sendiri untuk mengikuti atau tidak mengikuti ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya.


III.     ANALISA

Konsep pernikahan beda agama yang harus dilegalkan oleh negara hanya berlaku di negara yang sekuler. Sedangkan Indonesia adalah negara Pancasila yang mengakui Tuhan dan Agama sebagai dasar negara (sila pertama). Menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain manusia memang memiliki haknya masing-masing, tapi manusia juga berkewajiban mematuhi peraturan yang ada di wilayah yang ditinggalinya apalagi yang bersangkutan dengan agama dan tuhan.
Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus pernikahan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Agama menduduki posisi vital dan strategis dalam menata kehidupan bersama termasuk kehidupan pernikahan. Karena perkawinan (pernikahan) sah jika dilakukan sesuai agama dan kepercayaan. Dan jika dihubungkan dengan definisi tentang hukum, hukum memiliki unsur sebagai pengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat dengan tujuan menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagiaan, dan kebenaran dalam masyarakat.
Pengajuan gugatan semacam ini kiranya hanya ditinjau dari sisi kepentingan pasangan yang akan melakukan pernikahan beda agama tanpa memikirkan hal ke depan yang bisa berakibat pada keutuhan keluarga nantinya. Pada kenyataannya orang tua dengan keyakinan yang berbeda memiliki konsekuensi yaitu menentukan agama pada generasi berikutnya (anak). Prinsip bahwa anak berhak menentukan agamanya sendiri kelak saat dirasa sudah siap, menyatakan bahwa selama anak tersebut kecil ia tidak memiliki agama sampai kelak ia mengerti sendiri tentang agama. Dalam keharmonisan keluargapun bisa saja terjadi kesenjangan akibat egoism dan fanatic masing-masing pihak yang dapat menimbulkan perceraian yang kembali imbasnya bisa terkena pada anak.
Jika permohonan uji materi tersebut dikabulkan MK artinya negara tidak lagi menjamin warganya untuk menjalankan hukum agama yang mereka anut. Sebab, sumber hukum perkawinan berasal dari hukum agama, bukan hukum buatan manusia sesuai dengan dalil “Government by law, not by men” karena manusialah yang harusnya tunduk pada hukum. Dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan pria yang tidak beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221). Dalam ajaran Kristen pernikahan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).
Perkawinan adalah peristiwa yang sakral oleh sebab itu pada dasarnya harus dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Negara wajib mencatat perkawinan yang sudah disahkan oleh agama sesuai UU No 1 Tahun 1974 dan kewajiban negara untuk mencatat perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan dan dicatatkan di catatan sipil sesuai UU No 23 Tahun 2006 UU No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 2 ayat 1 UUP 1974 justru melindungi hak konstitusi warga negara dalam melaksanakan perkawinan.






















BAB III
PENUTUP

I.    KESIMPULAN

Berdasarkan analisa yang telah dibuat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
·      Pernikahan beda agama hanya berlaku di negara sekuler.
·      Indonesia adalah negara Pancasila yang mengakui Tuhan dan Agama sebagai dasar negara (sila pertama).
·      Menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
·      Agama menduduki posisi vital dan strategis dalam menata kehidupan bersama termasuk pernikahan.
·      Sumber hukum perkawinan berasal dari hukum agama.
·      Perkawinan (pernikahan) sah jika dilakukan sesuai agama dan kepercayaan.
·      Hukum memiliki unsur sebagai pengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat dengan tujuan menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagiaan, dan kebenaran dalam masyarakat.
·      Orang tua beda keyakinan memiliki konsekuensi menentukan agama pada generasi berikutnya (anak).
·      Negara wajib mencatat perkawinan yang sudah disahkan agama sesuai UU No 1 Tahun 1974.
·      Negara wajib mencatat perkawinan yang ditetapkan pengadilan di catatan sipil sesuai UU No 23 Tahun 2006 UU No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan.
II.   SARAN

Saran untuk permasalahan Pernikahan Beda Agama adalah :
·      Setiap manusia harusnya mematuhi peraturan yang ada di wilayah yang ditinggalinya sebagai kewajiban, disamping menuntut haknya masing-masing.
·      Pelaksanaan hukum seharusnya didasari kesadaran diri sendiri, terutama hukum agama yang bersangkutan dengan Tuhan.
·      Perlu adanya pertimbangan yang matang untuk membuat tuntutan semacam ini dengan melihat seberapa besar dampak positif dan negatif di kemudian hari.

0 komentar: